Kamu, yang tidak pernah mengerti rasanya mencintai seseorang dari punggungnya, pasti tidak pernah tahu perasaanku. Mencintai diam-diam, menangis diam-diam, merindukanmu diam-diam. Semua itu kulakukan diam-diam. Agar aku tidak mengusikmu, agar kamu tidak lagi terganggu dengan kehadiranku. Mencintaimu sebatas punggung, hanya itu yang berani kulakukan selama berada di kelas yang sama denganmu. Mencintaimu sebatas punggung, karena aku tau saat kamu berbalik, kenyataan melarangku untuk mencintaimu. Kamu terlalu sempurna, kasih.
Kamu pernah memintaku untuk mengikhlaskanmu. Bagaimana bisa aku mengikhlaskan orang yang selama 100 hari ini memenuhi sel-sel otakku? Bagaimana bisa aku mengikhlaskan orang yang namanya selalu kusebut dalam doaku? Bagaimana bisa aku mengikhlaskan orang yang menjadi alasan aku menangis karena rindu yang terlalu besar? Bagaimana aku bisa mengikhlaskan?
Tetapi kamu tetap memaksaku untuk mengikhlaskanmu. Dan akhirnya aku menyerah. Aku mengikhlaskanmu, tapi jangan harap aku sanggup menghilangkan perasaanku padamu secepat itu. Rasa sayang itu masih ada, tapi aku tidak berani berharap lagi. Karena toh sejak awal aku memang mencintaimu diam-diam. Dan kini aku akan kembali mencintaimu dengan bisu.
Kamu juga pernah memintaku untuk membencimu. Tidak. Mengikhlaskanmu saja aku tidak bisa, lantas bagaimana bisa aku membencimu? Wajar jika detik itu aku menangis sejadi-jadinya. Tidak. Aku terbiasa menangis diam-diam. Aku tidak ingin kamu melihat tangisku.
Kamu tahu apa bagian tersulit saat mencintaimu? Itu adalah saat aku menyadari bahwa kamu tidak pernah menatapku dengan cara yang sama seperti aku menatapmu. Itu adalah saat aku melihatmu menatap orang lain dengan cara yang sama seperti aku menatapmu.
Aku tidak akan pernah sanggup membencimu. Maka, aku melakukan banyak hal menyebalkan untuk membuatmu membenciku. Aku melakukan banyak hal yang kamu benci hanya dengan satu tujuan, agar kamu membenciku. Kamu selalu ingin menjadi kuat, dan bagimu satu-satunya cara untuk menjadi kuat adalah dengan membenci. Karena itulah aku melakukan banyak hal yang menyebalkan agar kamu membenciku lalu kemudian kamu bertambah kuat. Lebih baik kamu membenciku daripada kamu harus merasa bersalah padaku...
Untukmu, yang selalu ingin menjadi kuat.
Bencilah aku, lalu jadilah kuat!