Jika kejujuran adalah hal yang terbaik untuk dilakukan, lantas mengapa sekarang aku justru merasa bersalah. Rasa bersalah yang menggerogoti tubir hati dan tak kunjung mereda. Sungguh bukan maksudku untuk menjauhkan dia dengan kamu, sahabatku. Apa kata-kataku tak jelas? Apa keluhanku tak kusampaikan dengan baik? Apa aku telah menyakitimu? Semua pertanyaan itu berseliweran di kepalaku.
Lantas mengapa kini justru aku yang disalahkan? Seakan semua itu terjadi karena kesalahanku. Tak pernah terlintas satu pikiran pun untuk membencimu, sahabatku. Tidakkah kamu ingat hari pertama kita berkenalan? Aku mengingatnya dengan jelas. Tidakkah kamu ingat hari itu kita tertawa bersama? Disaat seperti ini, aku merindukan saat itu.
Aku mengerti bahwa setelah kejadian ini, hubungan aku dengan kamu, dan kamu dengan dia, tidak akan pernah sama lagi. Ya! Memang aku penyebab kehancuran ini. Lantas apakah kamu pikir akupun tidak menyesalinya? Berulang kali aku menangisi kesalahanku, ratusan kali aku mengutuk kebodohanku, ribuan kali aku berharap dapat mengulang waktu. Tidakkah kamu pikir aku menyesal? Namun percuma aku mengatakan itu padamu. Aku tahu kamu kini sangat membenciku. Jika saja aku bukan pacar sahabatmu, kamu pasti ingin memaki diriku. Aku mengerti mulai kini tatapan matamu padaku tak akan pernah sama lagi. Aku mengerti tawa kita tidak akan sama lagi. Bahkan akupun yakin, mulai kini teman-temanmu pun akan membenciku. Tidakkah kamu pikir akupun kecewa pada diriku sendiri?
Hina saja orang tak berguna ini, yang tiba-tiba datang lalu merusak semuanya.
Aku hanya meminta satu hal padamu, jangan berubah. Tetaplah jadi kamu yang riang, dan selalu tertawa. Tak apa, aku kini mengerti persahabatan kalian. Kamu dan dia tetaplah jadi sahabat seperti sebelum aku bercerita hal itu padamu. Aku mohon. Karena tak pernah sampai hati aku memutus sebuah persahabatan. Jika kamu tetap memutuskan untuk menjarak, bukankah itu sama saja kamu menyalahkanku?
Kalau saja waktu dapat diputar kembali, aku tidak akan mengutarakan kegelisahanku padamu, sahabatku.
9 September 2013
Tidak akan pernah kulupakan isak tangis di malam 7 September itu.
Disaat kejujuran begitu sulit diungkapkan.
Dan disaat kejujuran itu justru menghancurkan segalanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar