Malam itu aku merasa seperti Cinderella. Aku dibuat begitu bahagia oleh 'keajaiban' ini, hingga rasanya ingin aku menghentikan waktu di masa itu. Tapi ia tetaplah jam pasir. Mungkin waktuku di sisi bahagia telah habis. Dan kini aku harus ke sisi satunya, sisi kesedihan.
Aku merasa seperti berada dalam stasiun yang bernama 'keajaiban'. Kebahagiaan dan kesedihan seperti sepaket. Kenapa harus datang kesedihan ketika kebahagiaan itu baru saja berpijak diduniaku? Aku ingin memaki, tapi apa dayaku? Nyatanya, jam pasir ini sudah berbalik.
Aku merindukan ribuan menit yang lalu itu. Kubuka kotak Pandora-ku. Kulihat dirinya didasar kotak itu. Ya, nyatanya aku memang merindukan dirinya. Aku selalu takut jika dia berubah menjadi seseorang yang tidak aku kenal, dan ternyata ketakutanku telah terjadi. Banyak pertanyaan berputar dikepalaku. Siapkah aku jika hari itu adalah kesempatan pertama dan terakhirku untuk memandang matanya? Siapkah aku jika setelah saat itu ia memilih untuk menghilang dariku? Siapkah aku untuk tidak merindukan memanggil orang itu dengan 'abang'? Siapkah aku jika hari itu adalah hari terakhir ia memanggilku 'eneng'? Siapkah aku jika nantinya ia tidak lagi menanggapi gangguan sms dariku? Siapkah aku jika suatu hari kami hanya menjadi orang asing? Yang aku tahu jawabannya hanya satu, aku tidak siap..
Setelah malam Cinderella itu, aku kembali berubah menjadi 'bukan siapa-siapa'nya. Aku hanyalah orang asing. Dia tidak lagi menghiraukan aku. Aku merindukan sosok itu. Aku merindukan perbincangan-perbincangan nonsense itu. Aku merindukan panggilan 'eneng' darinya. Ya, aku merindukan sosok pemegang contrabass itu..
Untukmu, abang.
Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar