sailingsunbreak

sailingsunbreak

Kamis, 04 Juli 2013

Hujan Yang Klise

Lagi-lagi pagi ini diawali dengan mendung. Sepertinya matahari enggan membuka mata. Ternyata tak berapa lama hujan pun datang. Tidak, bukan hujan yang deras lalu reda. Tetapi rintik yang jatuh perlahan dan menghabiskan jangka waktu yang lama. Mungkin ia akan butuh waktu seharian untuk pada akhirnya menghentikan rintiknya.

 Pagi itu saat aku membuka mata, aku dikejutkan dengan sesosok bayangan mengerikan. Aku melihat sosok wanita yang sangat jelek. Dengan mata bengkak dan memerah. Ia terlihat 20 tahun lebih tua dari usia yang sebenarnya. Butuh waktu sepersekian detik bagiku untuk mengenali wajah itu.
"Apakah itu aku?" Aku bertanya kepada sosok itu. Dan akhirnya aku menyadari. Ya, sosok wanita itu adalah aku. Lalu mengapa wajahku terlihat sangat buruk? Dan mengapa mataku terlihat begitu sembab?

Seketika aku teringat semua peristiwa semalam. Ya, pertengkaran itu kembali terjadi. Tetapi bukan pertengkaran hebat yang selesai dengan perkataan 'Maafkan aku', melainkan pertengkaran dingin yang tidak akan selesai meski sebanyak apapun aku meminta maaf.

Tanpa kami berdua sadari, hadir sosok 'Dia' di antara kami berdua. Dia yang selalu menyita perhatiannya. Dia yang perlahan-lahan akan mulai menggantikan sosokku di sisinya.

Tidak, aku tidak akan mampu membenci 'Dia'. 'Dia' adalah sosok yang akan selalu aku hargai, sosok yang selama ini kukira adalah sahabatku. Aku benci pada diriku sendiri. Aku benci kepada hatiku yang terus menerus tercubit saat kudengar kamu menyebut nama Dia. Aku benci pada diriku sendiri yang pada akhirnya membuat kamu marah saat aku menumpahkan kecurigaanku. Aku benci pada diriku sendiri, karena di saat seharusnya marah, aku justru menangis. Aku tidak mengerti lagi bagaimana cara untuk marah.

Ya, biarkan kali ini aku yang mengalah. Lagi. Aku yang akan keluar dari lingkaran ini. Karena 1+1 itu 2, bukan 3. Kalau memang 3, berarti harus ada 1 yang mengalah. Biarkan aku menjadi 1 itu. Kalian bahagia bukan? Ya, aku pun bahagia, setidaknya mulutku berkata seperti itu. Hatiku? Siapa peduli.

"Tidak apa. Asalkan bisa melihat kamu tersenyum, aku sudah bahagia. Tidak apa. Aku bahagia melihat kamu bahagia. Meskipun yang ada di sisimu bukanlah aku. Tidak apa. Aku bahagia, kok." Aku terus mengulang kata-kata ini. Ini sudah seperti mantra bagiku. Sebelum akhirnya aku menyadari, semakin sering aku mengulang kata-kata ini, derai air mataku pun semakin deras.

Klise.

Di luar, langitpun semakin gelap. Hujan jatuh semakin cepat...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar